berikut hikmah dibalik peristiwa hijrah ke madinah kecuali
1 Maksud hijrah a) Berpindah b) Berjalan-jalan c) Berlari d) nama bulan 2) Hijrah dalam konteks sirah Nabi Muhammad, bermaksud a) Berhijrah dari Madinah ke Mekah b) Berhijrah dari perbuatan buruk kepada yang baik c) Berhijrah dari Mekah ke Madinah d) Berhijrah ke kota Mesir 3) Hikmah disebalik hijrah Rasulullah a) Pelawaan penduduk Mekah b) Musyrikin Mekah semakin menindas orang Islam c
Halini terjadi hanya karena pertolongan Allah SWT. Menjelang larut malam, Nabi Muhammad saw. menuju ke rumah Abu Bakar dan mengajaknya hijrah. Nabi SAW dan Abu Bakar kemudian keluar dari jendela pintu belakang dan terus bertolak ke arah selatan menuju Gaa Tsur. Jalan yang ditempuh oleh mereka adalah jalan yang tidak mungkin dilewati manusia.
Keputusanini diambil guna mengelabui kafir Quraisy yang berusaha mengejar dan menangkap Nabi Muhammad SAW. Di Gua Tsur ini, Rasulullah dan Abu Bakar tinggal selama kurang lebih tiga hari. Barulah setelah itu Rasulullah melanjutkan perjalanan hijrahnya menuju Madinah. 4. Hikmah dari Perjalan Hijrah Nabi Muhammad SAW. Ilustrasi berdakwah.
Adapunjumlah peristiwa-peristiwa penting yang popular pada setiap tahun hijriyah sampai intiqal- nya Rasulullah SAW secara urutan tahun adalah sebanyak 10 tahun sebagai berikut: Tahun Pertama: Pada tahun ini, Nabi SAW membangun masjid dan tempat-tempat tinggal beliau SAW (beliau SAW melakukan pembangunan ini dengan tangan beliau sendiri untuk
Sie Sucht Ihn Für Email Kontakt. Ilustrasi peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah. Foto Pixabay/OpenClipart-VectorsJelaskan dua hikmah dibalik peristiwa hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah! Seperti yang kita ketahui, Rasulullah SAW bersama para sahabat melaksanakan hijrah dari Makkah ke Madinah. Hal ini dikarenakan beliau dan umatnya mendapatkan tekanan dan yang sangat besar dari kafir Quraisy. Apabila beliau melaksanakan dakwah secara terbuka, berbagai ancaman diarahkan dan para pengikutnya. Selain itu, untuk melindungi dakwah agama Islam, Rasulullah SAW harus meninggalkan tanah kelahirannya. Maka dari itu, Rasulullah SAW dan umatnya hijrah ke umat Muslim, kita dapat mengambil beberapa pelajaran dari peristiwa bersejarah tersebut. Apa sajakah itu? Berikut Hikmah di Balik Peristiwa Hijrah Rasulullah SAWHijrah adalah tuntutan penting dakwah kepada Allah SWT. Hijrahnya Rasulullah SAW berasal saat Khadijah membawa beliau menemui Waraqah bin Naufal dan mengabarkan kepadanya tentang wahyu Allah yang baru saja turun kepadanya. Saat itu, Waraqah berkata kepada beliau, “Andai saja aku masih hidup saat itu, yaitu ketika kaummu mengusir dirimu”.Bermula dari sinilah Rasulullah SAW sadar bahwa dirinya akan diusir dari tanah kelahirannya. Ini menandakan bahwa pertolongan Allah di dunia dan pahala-Nya di akhirat akan diperoleh seorang hamba hanya dengan kerja keras, pengorbanan, kesabaran dalam menghadapi kesulitan, dan penyandaran diri sepenuhnya kepada Allah dengan memanjatkan doa dan memohon pertolongan hanya banyak sekali hikmah yang dapat kita ambil dari peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah. Seperti yang dijelaskan Prof. Dr. Muhammad Amahzun dalam buku Manhaj Dakwah Rasulullah 2006, 2 hikmah dari peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW yakniIlustrasi hikmah dari hijrahnya Rasulullah SAW. Foto Pixabay/rauschenberger1. Ajaran Islam Diturunkan untuk Mengatur Kehidupan Manusia dalam Segala AspekAjaran agama Islam merupakan undang-undang yang meliputi segala sesuatu secara komperhensif yang memerlukan umat dan wilayah untuk tempat hukum-hukum Allah itu di tegakkan. Umat Islam tidak akan memiliki perhimpunan yang efektif kecuali dengan terpenuhinya beberapa hal, yakniBila Islam sudah mewarnai seluruh sendi kehidupan seluruh sistem, hukum, dan norma-norma Islam menjadi satu-satunya yang ditaati dibumi syiar-syiar Islam ditegakkan di bumi mereka dan akidahnya mewarnai seluruh situasi dan kondisi tetapi, apabila kaum muslimin justru tidak mampu menerapkan hukum-hukum agama mereka dan tidak berdaya untuk memberlakukan sistem politik, sosial, ekonomi dan etika perilaku Islam di negeri mereka sendiri, maka mereka wajib berpindah ke negera yang menerapkan hukum-hukum dan norma-norma Islam dalam rangka memperbanyak jumlah kekuatan umat Islam, memperkokoh agama, dan mempersiapkan diri untuk menolong dan memperjuangkannya dengan diri dan harta jika tak mendapatkan satu pun negeri yang memenuhi syarat ini, maka kaum muslimin wajib berkumpul dalam satu tanah kosong yang tepat, di mana mereka dapat menegakkan sistem Islam secara utuh dan sempurna dan anggota masyarakatnya dapat saling bekerja sama mendukung dakwahnya dan menempuh pelbagai sebab dan sarana yang diperlukan untuk merealisasikan ajaran Keikhasan dalam Meninggalkan Sesuatu yang Dicintai karena Allah SWTBergegasnya para sahabat melaksanakan perintah Rasulullah SAW terhadap hijrah ke Madinah dengan meninggalkan anak, harta, dan tanah air. Tidak ada yang tertinggal di Makkah kecuali orang yang dikehendaki Rsulullah SAW untuk tinggal, atau memang bertahan atau memiliki uzur lainnya, dan jumlah mereka sangat ini mengingatkan kita untuk melaksanakan perintah Rasulullah SAW dan berhati-hati dari mengingkarinya berdasarkan firman Allah Ta’ala,لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا ۚ قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا ۚ فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian yang lain. Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung kepada kawannya, maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” QS. An-Nuur 63Hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah adalah peristiwa besar dalam agama Islam. Berbagai hal yang harus dikorbankan untuk bisa menjalankan perintah dan menyebarkan syariat-syariat Allah SWT. Meski demikian, itulah yang membuat Rasulullah SAW dan para sahabat memiliki tempat spesial dalam agama Islam.MZM
Perjalanan menegangkan Muhammad saat hijrah ke Madinah Inilah kisah abadi mengenai perjalanan nabi saat meloloskan diri dari kepungan kaum Quraisy dan pergi berhijrah ke Madinah. Selama ini kisah perjalanan nabi belum banyak diksahkan dengan item. Umat Islam kebanyakan hanya tahu setelah lolos dari Makah dia kemudian ke Madinah. Dan di sana, sebelum tiba di Madinah Nabi Muhammad mendirikan masjid Quba, serta sesampainya di Madinah mendirikan masjid Nabawi. Itu saja. Namun dalam tulisan’Sejarah Muhammad’ yang ditulis Muhammad Husain Haekal, perjalanan hijrah Rasullah ditulis lebih detil. Ini sangat membantu menjelaskan apa saja yang terjadi pada saat Rasullah Saw yang ditemani Abu Bakar melakukan perjalanan itu yang berbeda dengan biasnya karena memakai rute memutar untuk menghindari kejaran kum Qurayis. Maka perjalanan menjadi lebih panjang dan lama dari biasanya yang kalau ditempuh dengan berjalan kaki dan naik unta hanya memakan waktu dua pekan lamanya. Begini tulisan tersebut ————- Tentang pengejaran Quraisy terhadap Muhammad untuk dibunuh itu serta tentang cerita gua tsur saat peristiwa hijrah ke Madinah ada firman Tuhan demikian “Ingatlah tatkala orang-orang kafir Quraisy itu berkomplot membuat rencana terhadap kau, hendak menangkap kau, atau membunuh kau, atau mengusir kau. Mereka membuat rencana dan Allah membuat rencana pula. Allah adalah Perencana terbaik.” Alquran, 8 30 “Kalau kamu tak dapat menolongnya, maka Allah juga Yang telah menolongnya tatkala dia diusir oleh orang-orang kafir Quraisy. Dia salah seorang dari dua orang itu, ketika keduanya berada dalam gua. Waktu itu ia berkata kepada temannya itu Jangan bersedih hati, Tuhan bersama kita!’ Maka Tuhan lalu memberikan ketenangan kepadanya dan dikuatkanNya dengan pasukan yang tidak kamu lihat. Dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itu juga yang rendah dan kalam Allah itulah yang tinggi. Dan Allah Maha Kuasa dan Bijaksana.” Alquran, 9 40 Pada hari ketiga, bila mereka berdua sudah mengetahui, bahwa orang sudah tenang kembali mengenai diri mereka, orang yang disewa tadi datang membawakan unta kedua orang itu serta untanya sendiri. Juga Asma, puteri Abu Bakr datang membawakan makanan. Oleh karena ketika mereka akan berangkat tak ada sesuatu yang dapat dipakai menggantungkan makanan dan minuman pada pelana barang, Asma, merobek ikat pinggangnya lalu sebelahnya dipakai menggantungkan makanan dan yang sebelah lagi diikatkan. Karena itu ia lalu diberi nama “dhat’n-nitaqain” yang bersabuk dua. Mereka berangkat. Setiap orang mengendarai untanya sendiri-sendiri dengan membawa bekal makanan. Abu Bakr membawa lima ribu dirham dan itu adalah seluruh hartanya yang ada. Mereka bersembunyi dalam gua itu begitu ketat. Karena mereka mengetahui pihak Quraisy sangat gigih dan hati-hati sekali membuntuti, maka dalam perjalanan ke Yathrib itu mereka mengambil jalan yang tidak biasa ditempuh orang. Abdullah bin Uraiqit – dari Banu Du’il – sebagai penunjuk jalan, membawa mereka hati-hati sekali ke arah selatan di bawahan Mekah, kemudian menuju Tihama di dekat pantai Laut Merah. Oleh karena mereka melalui jalan yang tidak biasa ditempuh orang, di bawanya mereka ke sebelah utara di seberang pantai itu, dengan agak menjauhinya, mengambil jalan yang paling sedikit dilalui orang. Kedua orang itu beserta penunjuk jalannya sepanjang malam dan di waktu siang berada di atas kendaraan. Tidak lagi mereka pedulikan kesulitan, tidak lagi mereka mengenal lelah. Ya, kesulitan mana yang lebih mereka takuti daripada tindakan Quraisy yang akan merintangi mereka mencapai tujuan yang hendak mereka capai demi jalan Allah dan kebenaran itu! Memang, Muhammad sendiri tidak pernah mengalami kesangsian, bahwa Tuhan akan menolongnya, tetapi “jangan kamu mencampakkan diri ke dalam bencana.” Allah menolong hambaNya selama hamba menolong dirinya dan menolong sesamanya. Mereka telah melangkah dengan selamat selama dalam gua. Akan tetapi apa yang dilakukan Quraisy bagi barangsiapa yang dapat mengembalikan mereka berdua atau dapat menunjukkan tempat mereka, wajar sekali akan menarik hati orang yang hanya tertarik pada hasil materi meskipun akan diperoleh dengan jalan kejahatan. Apalagi jika kita ingat orang-orang Arab Quraisy itu memang sudah menganggap Muhammad musuh mereka. Dalam jiwa mereka terdapat suatu watak tipu-muslihat, bahwa membunuh orang yang tidak bersenjata dan menyerang pihak yang tak dapat mempertahankan diri, bukan suatu hal yang hina. Jadi, dua orang itu harus benar-benar waspada, harus membuka mata, memasang telinga dan penuh kesadaran selalu. Dugaan kedua orang itu tidak meleset. Sudah ada orang yang datang kepada Quraisy membawa kabar, bahwa ia melihat serombongan kendaraan unta terdiri dari tiga orang lewat. Mereka yakin itu adalah Muhammad dan beberapa orang sahabatnya. Waktu itu Suraqa bin Malik bin Ju’syum hadir. “Ah, mereka itu Keluarga sianu,” katanya dengan maksud mengelabui orang itu, sebab dia sendiri ingin memperoleh hadiah seratus ekor unta. Sebentar ia masih tinggal bersama orang-orang itu. Tetapi kemudian ia segera pulang ke rumahnya. Disiapkannya senjatanya dan disuruhnya orang membawakan kudanya ke tengah-tengah wadi supaya waktu ia keluar nanti tidak dilihat orang. Selanjutnya dikendarainya kudanya dan dipacunya ke arah yang disebutkan orang itu tadi. Sementara itu Muhammad dan kedua temannya sudah mengaso di bawah naungan sebuah batu besar, sekadar beristirahat dan menghilangkan rasa lelah sambil makan-makan dan minum, dan sekadar mengembalikan tenaga dan kekuatan baru. Matahari sudah mulai bergelincir, Muhammad dan Abu Bakr pun sudah pula mulai memikirkan akan menaiki untanya mengingat bahwa jaraknya dengan Suraqa sudah makin dekat. Dan sebelum itu kuda Suraqa sudah dua kali tersungkur karena terlampau dikerahkan. Tetapi setelah penunggang kuda itu melihat bahwa ia sudah hampir berhasil dan menyusul kedua orang itu – lalu akan membawa mereka kembali ke Makkah atau membunuh mereka bila mencoba membela diri – ia lupa kudanya yang sudah dua kali tersungkur itu, karena saat kemenangan rasanya sudah di tangan. Akan tetapi kuda itu tersungkur sekali lagi dengan keras sekali, sehingga penunggangnya terpelanting dari punggung binatang itu dan jatuh terhuyung-huyung dengan senjatanya. Lalu diramalkan oleh Suraqa bahwa itu suatu alamat buruk dan dia percaya bahwa sang dewa telah melarangnya mengejar sasarannya itu dan bahwa dia akan berada dalam bahaya besar apabila sampai keempat kalinya ia terus berusaha juga. Sampai di situ ia berhenti dan hanya memanggil-manggil “Saya Suraqa bin Ju’syum! Tunggulah, saya mau bicara. Demi Allah, tuan-tuan jangan menyangsikan saya. Saya tidak akan melakukan sesuatu yang akan merugikan tuan-tuan.” Setelah kedua orang itu berhenti melihat kepadanya, dimintanya kepada Muhammad supaya menulis sepucuk surat kepadanya sebagai bukti bagi kedua belah pihak. Dengan permintaan Nabi, Abu Bakr lalu menulis surat itu di atas tulang atau tembikar yang lalu dilemparkannya kepada Suraqa. Setelah diambilnya oleh Suraqa surat itu ia kembali pulang. Sekarang, bila ada orang mau mengejar Muhajir Besar itu olehnya dikaburkan, sesudah tadinya ia sendiri yang mengejarnya. Muhammad dan kawannya itu kini berangkat lagi melalui pedalaman Tihama dalam panas terik yang dibakar oleh pasir sahara. Mereka melintasi batu-batu karang dan lembah-lembah curam. Dan sering pula mereka tidak mendapatkan sesuatu yang akan menaungi diri mereka dari letupan panas tengah hari tak ada tempat berlindung dari kekerasan alam yang ada di sekitarnya, tak ada keamanan dari apa yang mereka takuti atau dari yang akan menyerbu mereka tiba-tiba, selain dari ketabahan hati dan iman yang begitu mendalam kepada Tuhan. Keyakinan mereka besar sekali akan kebenaran yang telah diberikan Tuhan kepada RasulNya itu. Selama tujuh hari terus-menerus mereka dalam keadaan serupa itu. Mengaso di bawah panas membara musim kemarau dan berjalan lagi sepanjang malam mengarungi lautan padang pasir. Hanya karena adanya ketenangan hati kepada Tuhan dan adanya kedip bintang-bintang yang berkilauan dalam gelap malam itu, membuat hati dan perasaan mereka terasa lebih aman. Keterangan foto Salah satu jalan setapak yang menjadi rute nabi Muhammad Saw berhijrah yang berada di tengah padang pasir. Bilamana kedua orang itu sudah memasuki daerah kabilah Banu Sahm dan datang pula Buraida kepala kabilah itu menyambut mereka, barulah perasaan kuatir dalam hatinya mulai hilang. Yakin sekali mereka pertolongan Tuhan itu ada. Jarak mereka dengan Yathrib kini sudah dekat sekali. Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu, berita-berita tentang hijrah Nabi dan sahabatnya yang akan menyusul kawan-kawan yang lain, sudah tersiar di Yathrib. Penduduk kota ini sudah mengetahui, betapa kedua orang ini mengalami kekerasan dari Quraisy yang terus-menerus membuntuti. Oleh karena itu semua kaum Muslimin tetap tinggal di tempat itu menantikan kedatangan Rasulullah dengan hati penuh rindu ingin melihatnya, ingin mendengarkan tutur katanya. Banyak di antara mereka itu yang belum pernah melihatnya, meskipun sudah mendengar tentang keadaannya dan mengetahui pesona bahasanya serta keteguhan pendiriannya. Semua itu membuat mereka rindu sekali ingin bertemu, ingin melihatnya. Orang pun sudah akan dapat mengira-ngirakan, betapa dalamnya hati mereka itu terangsang tatkala mengetahui, bahwa orang-orang terkemuka Yathrib yang sebelum itu belum pernah melihat Muhammad sudah menjadi pengikutnya hanya karena mendengar dari sahabat-sahabatnya saja, kaum Muslimin yang gigih melakukan dakwah Islam dan sangat mencintai Rasulullah itu. Sa’id bin Zurara dan Mush’ab bin Umair sedang duduk-duduk dalam salah sebuah kebun Banu Zafar. Beberapa orang yang sudah menganut Islam juga berkumpul di sana. Berita ini kemudian sampai kepada Sa’d bin Mu’adh dan Usaid bin Hudzair, yang pada waktu itu merupakan pemimpin-pemimpin golongannya masing-masing. “Temui dua orang itu,” kata Said kepada Usaid, “yang datang ke daerah kita ini dengan maksud supaya orang-orang yang hina-dina di kalangan kita dapat merendahkan keluarga kita. Tegur mereka itu dan cegah. Sebenarnya Said bin Zurara itu masih sepupuku dari pihak ibu, jadi saya tidak dapat mendatanginya.” Usaidpun pergi menegur kedua orang itu. Tapi Mush’ab menjawab “Maukah kau duduk dulu dan mendengarkan?” katanya. “Kalau hal ini kau setujui dapatlah kau terima, tapi kalau tidak kau sukai maukah kau lepas tangan?” “Adil kau,” kata Usaid, seraya menancapkan tombaknya di tanah. Ia duduk dengan mereka sambil mendengarkan keterangan Mush’ab, yang ternyata sekarang ia sudah menjadi seorang Muslim. Bila ia kembali kepada Sa’d wajahnya sudah tidak lagi seperti ketika berangkat. Hal ini membuat Sa’d jadi marah. Dia sendiri lalu pergi menemui dua orang itu. Tetapi kenyataannya ia seperti temannya juga. Karena pengaruh kejadian itu Sa’d lalu pergi menemui golongannya dan berkata kepada mereka “Hai Banu Abd’l-Asyhal. Apa yang kamu ketahui tentang diriku di tengah-tengah kamu sekalian?” “Pemimpin kami, yang paling dekat kepada kami, dengan pandangan dan pengalaman yang terpuji,” jawab mereka. “Maka kata-katamu, baik wanita maupun pria bagiku adalah suci selama kamu beriman kepada Allah dan RasulNya.” Sejak itu seluruh suku Abd’50-Asyhal, pria dan wanita masuk Islam.
- Kisah hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah merupakan peristiwa penting dalam sejarah Islam. Umat Islam pada masa itu menempuh jarak ratusan kilometer yang tentunya tidak mudah untuk atas ridha dan pertolongan Allah, peristiwa hijrah dari Makkah ke Madinah menjadi awal yang baik dalam perjuangan penyebaran agama Islam. Banyak hikmah yang telah Allah tetapkan dalam proses hijrah ke hijrah secara bahasa berarti "memutuskan" atau "meninggalkan". Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, hijrah berarti "perpindahan Nabi Muhammad SAW bersama sebagian pengikutnya dari Makkah ke Madinah untuk menyelamatkan diri dari tekanan kaum kafir Quraisy Makkah."Sejarah Hijrah Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah Kota Madinah yang dulunya bernama Yatsrib berlokasi di sebelah utara kota Makkah dengan jarak kurang lebih 450,4 km. Yatsrib didominasi oleh suku Bani Qaylah yang kemudian terpecah menjadi 2 faksi berseberangan, yakni Aus dan hijrah ke Madinah berlangsung pada musim panas 622 Masehi. Proses hijrah dilakukan dengan diam-diam, secara sendiri-sendiri atau kelompok laun, tinggal Rasulullah dan Abu Bakar yang masih berada di Makkah. Kemudian keduanya memulai perjalanan ke Madinah dengan perencanaan yang matang agar terhindar dari kaum perjalanan Rasulullah tidaklah mudah karena adanya hadangan dari kaum Quraisy yang berupaya membunuh Rasul. Bahkan, setiap kabilah mengajukan pemuda tangkas bersenjata untuk membunuh juga Sejarah 1 Muharam Hijrah Hingga Tragedi Karbala Sejarah Makna Ramadhan & Keistimewaannya Sejarah Puasa Ramadhan & Perintah Berpuasa Sore hari sebelum penyergapan, Rasul menerima petunjuk dari Malaikat Jibril. Kemudian Rasul menemui Abu Bakar dan menyusun rencana keberangkatan. Ali bin Abi Thalib bertugas tinggal di Makkah untuk mendiami rumah fajar tiba, mereka baru menyadari bahwa orang yang berbaring di kamar Rasul adalah Ali bin Abi Thalib. Sementara itu, Rasul dan Abu Bakar sudah keluar dari Makkah pada malam Rasul ke Madinah melewati rute dan waktu yang tidak seperti umumnya perjalanan. Mereka tidak langsung bergegas ke Yatsrib, tetapi arah selatan menuju gua di Gunung dan Abu Bakar berada di dalam gua selama tiga hari. Abdullah dan Asma’ putra dan putri Abu Bakar membantu memberikan informasi dan membawakan keperluan serta makanan untuk Rasul dan Abu proses perjalanan hijrah ini terdapat berbagai mukjizat yang menunjukkan luar biasanya pertolongan Allah. Mukjizat yang Allah kirimkan meliputi adanya sarang laba-laba di depan gua sehingga mengecoh para pemburu Rasul, hinggapnya burung dan tumbuhnya pohon yang menyamarkan keberadaan Rasul bersama Abu Bakar. Baca juga Kisah Teladan Nabi Isa As Mukjizat Lahir Tanpa Seorang Ayah 9 Mukjizat Nabi Muhammad SAW Terbelahnya Bulan hingga Al-Qur'an Mukjizat Nabi Musa yang Tercantum dalam Ayat Al-Qur'an Penyebab Nabi Muhammad SAW Hijrah ke Madinah Keputusan Nabi Muhammad untuk hirah ke Madinah tidaklah datang begitu saja. Ada sebab-sebab tertentu yang pada akhirnya membuat Rasulullah memutuskan hijrah ke Madinah sebagaimana yang Allah perintahkan. Berikut ini beberapa peristiwa yang menjadi sebab pendorong hijrah Rasul ke Madinah Dakwah Rasulullah di Makkah kurang berkembang karena penolakan orang kafir Quraisy. Peristiwa Baiat Aqabah serta permintaan penduduk Madinah agar Nabi Muhammad tinggal bersama mereka dan akan membantu untuk berdakwah. Perintah Allah untuk berhijrah sudah turun kepada Nabi Muhammad. Baca juga 5 Nabi dan Rasul Ulul Azmi Beserta Mukjizatnya Sejarah Kitab Taurat Nabi Penerima, Makna, & Isi Pokok Ajarannya Kisah Nabi Saleh As dan Mukjizatnya Unta Betina Lahir dari Batu Hikmah Hijrah Nabi Muhammad SAW Peristiwa hijrah ke Madinah mengandung nilai sejarah yang amat berdampak terhadap perjalanan dakwah Islam dan kehidupan kaum muslim. Banyak sekali hikmah dari peristiwa hijrah ke satunya adalah perkembangan pesat agama Islam sejak memutuskan hijrah ke Madinah. Berikut ini pelajaran dan hikmah peristiwa hijrah dari Makkah ke Madinah yang dilakukan Rasulullah1. Pertolongan AllahKetika Rasulullah dan Abu Bakar merencanakan perjalanan ke Madinah, terdapat berbagai pertolongan Allah yang sungguh luar biasa. Perencanaan matang yang disusun oleh Rasulullah dan Abu Bakar dibersamai dengan memasrahkan diri kepada Allah secara dan kepercayaan keduanya pada Allah terbukti dengan dikirimnya pertolongan demi pertolongan selama perjalanan berlangsung. Oleh karena itu, hendaknya setiap muslim mampu menempatkan usaha dan kepasrahan kepada Allah dalam menghadapi setiap Nilai Perjuangan dalam HijrahAbu Bakar memberikan hadiah unta kepada Rasulullah, tetapi ditolak. Padahal sebelumnya Rasulullah menerima hadiah-hadiah. Bahkan Rasulullah juga menganjurkan untuk saling bertukar ini menunjukkan bahwa seseorang harus dapat memberikan segala yang dimiliki hingga cita-cita perjuangan Islam tercapai. Sikap Rasulullah turut menunjukkan bahwa perjuangan Islam tidak boleh disertai dengan niatan untuk menanti imbalan apa pun itu Kekuatan Umat IslamPeristiwa hijrah ini didukung oleh seluruh umat Islam masa awal dari beragam kelompok. Mulai dari kelompok laki-laki dewasa seperti Abu Bakar dan Amir bin Fuhairah, kelompok pemuda meliputi Abdullah putra Abu Bakar, kelompok remaja diwakili oleh Ai bin Abi Thalib, hingga kelompok perempuan, yakni Asma’, putri Abu atau hikmah dari beragam kelompok yang turut hadir dalam perjuangan Islam ini adalah perlunya keterlibatan berbagai kelompok dalam upaya mencapai cita-cita bersama. Kekuatan Islam dapat diperoleh dengan bersatunya umat Islam untuk mencapai juga Kisah Teladan Nabi Isa As Mukjizat Lahir Tanpa Seorang Ayah Sejarah Kitab Zabur Nabi Penerima, Makna dan Isi Pokok Ajarannya Pengertian Mukjizat, Karomah, Irhas dan Maunah Beserta Contohnya - Pendidikan Kontributor Nurul AzizahPenulis Nurul AzizahEditor Iswara N Raditya
Ulasan mengenai perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dan hikmah yang bisa dipetik dari perjalanan mulia tersebut. – Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW merupakan kejadian yang sangat penting bagi umat Islam. Sebab, dalam perjalanan inilah nilai-nilai aqidah umat Islam diperjuangkan dan mulai dirintisnya masyarakat Islam yang berdaulat di kota Madinah. Berikut ini penelusuran lebih lanjut peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW 1. Makna Hijrah Nabi Muhammad SAW Ilustrasi kota Madinah tempo dulu Foto Republika Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi hijrah dalam bentuk nominal berarti perpindahan Nabi Muhammad SAW bersama sebagian pengikutnya dari Makkah ke Madinah untuk menyelamatkan diri dari tekanan kaum kafir Quraisy, Makkah. Sedangkan dalam bentuk verbal, hijrah berarti berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu keselamatan, kebaikan, dan sebagainya. Dalam sudut pandang Islam, hijrah tidak hanya dimaknai sebagai perpindahan tempat semata, melainkan juga dipahami sebagai perpindahan dari satu situasi yang tidak baik ke situasi yang lebih baik. two. Kenapa Rasulullah Melakukan Hijrah? Ilustrasi pemandangan kota Makkah pada abad ke xi Masehi. Foto Ihram Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW didorong oleh beberapa faktor. Pertama, ketiadaan bantuan dan perlindungan dari sanak familinya, yaitu setelah wafatnya Abu Thalib. Kedua, beralihnya tampuk kepemimpinan Bani Hasyim ke tangan Abu Lahab yang sama sekali menolak memberi perlindungan kepada Nabi Muhammad SAW. Ketiga, besarnya tekanan yang dilancarkan orang-orang Quraisy terhadap kaum Muslimin. Dan kelima, kesediaan penduduk Madinah untuk menerima Rasulullah SAW dan membantu beliau menyiarkan Islam. three. Proses Hijrah Nabi Muhammad SAW Gua Tsur Foto Islami Menurut Dr Ahzami Samiun Jazuli dalam bukunya mengenai Hijrah dalam Pandangan Al-Quran, sebelum terjadinya hijrah, Nabi Muhammad SAW telah lebih dahulu mendapat petunjuk dari Allah SWT melalui mimpinya. Imam Muslim mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Aku melihat dalam tidur bahwa aku berhijrah dari Makkah menuju suatu tempat yang banyak terdapat pohon kurma. Aku mencoba menebak apakah itu Yamamah atau Hajar? Namun, ternyata, itulah Kota Yatsrib.” Shahih Muslim 2272. Menindaklanjuti petunjuk tersebut, Nabi Muhammad SAW memerintahkan para sahabatnya untuk segera berhijrah dan dilakukan secara bergelombang, baik secara sendiri-sendiri maupun berkelompok. Sedangkan Nabi Muhammad SAW akan segera menyusul setelah semua umat Islam berhijrah ke Madinah. Hal ini dilakukan karena Rasulullahi memahami bahwa yang dimusuhi oleh kaum kafir Quraisy adalah diri Beliau dan bukan kaum Muslimin. Kaum Quraisy berusaha menghalangi hijrah Nabi Muhammad SAW dengan menyiapkan strategi penangkapan terhadap Rasulullah SAW. Namun, rencana tersebut telah lebih dahulu diketahui oleh Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW pun memutuskan untuk menempuh rute jalan yang berbeda dari jalur yang biasa digunakan penduduk Makkah ketika hendak ke Madinah dan berangkat pada waktu yang tidak biasa, yakni sebelum fajar menyingsing. Perjalanan hijrah Rasulullah diawali dengan mengambil jalur menuju Gua Tsur yang berjarak sekitar 6-7 kilometer di selatan Makkah, sedangkan Madinah justru berada di sebelah utara Makkah. Keputusan ini diambil guna mengelabui kafir Quraisy yang berusaha mengejar dan menangkap Nabi Muhammad SAW. Di Gua Tsur ini, Rasulullah dan Abu Bakar tinggal selama kurang lebih tiga hari. Barulah setelah itu Rasulullah melanjutkan perjalanan hijrahnya menuju Madinah. iv. Hikmah dari Perjalan Hijrah Nabi Muhammad SAW Ilustrasi berdakwah. Foto IB Times Perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW sejatinya bukan sekedar perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya, tetapi sebuah perjalanan spiritual yang memiliki hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik sebagai umatnya. Beberapa pelajaran tersebut adalah sebagai berikut 1. Jika di suatu tempat terjadi kemunkaran dan umat Islam tidak mampu untuk mengubah kemunkaran tersebut, maka hendaknya ia tidak berdiam diri dan segera meninggalkan tempat itu. Namun, bila upaya perbaikan masih bisa diusahakan walaupun sedikit demi sedikit, maka tidak mengapa untuk bertahan di tempat tersebut dan beriktiar menumpas kemunkaran. 2. Selama berlangsungnya hijrah, Rasulullah SAW telah menunjukkan betapa rapinya Beliau dalam merancang dan menjalankan strategi dakwah. Meskipun dakwah ini pasti mendapat pertolongan dari Allah SWT tetapi Rasulullah SAW tetap menjalani semua sunnatullah hukum sebab akibat dalam keberhasilan dakwahnya sebagaimana manusia biasa lainnya. 3. Kegigihan Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah terlihat jelas melalui usaha Beliau dalam mencoba berbagai inovasi baru dalam disertai dengan alasan-alasan yang relevan yang melatar-belakanginya. 4. Sebagai seorang pemimpin, Rasulullah SAW sangat bertanggung jawab dan memikirkan umatnya. Segala cara Beliau upayakan agar umatnya terhinar dari siksaan dan provokasi pihak lain. Bahkan, Nabi Muhammad SAW pula yang paling terakhir keluar dari Makkah setelah semua umat Islam selamat dalam hijrahnya menuju Madinah. miftah/ harapanamalmulia Sumber Republika, Ihram Hijrah merupakan peristiwa yang sangat penting bagi umat islam. Peristiwa Hijrah adalah penanda dibentuknya peradaban Islam di kota Madinah. Banyak hikmah yang dapat dipelajari dari peristiwa hijrah tersebut, sehingga sebagai umat muslim kita sudah selayaknya mengetahuinya. Makna Hijrah Hijrah, dalam kamus Al-Munawir Arab Indonesia, berarti pindah ke negeri lain, hijrah dan migrasi. Kata ini berasal dari kata dasar hajara-yahjuru yang berarti memutuskan dan meninggalkan. Sementara Kamus Besar Bahasa Republic of indonesia dalam bentuk nominal hijrahdiartikan dengan perpindahan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bersama sebagian pengikutnya dari Makkah ke Madinah untuk menyelamatkan diri dari tekanan kaum kafir Quraisy, Makkah. Dan dalam bentuk exact, berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu keselamatan, kebaikan, dan sebagainya. Hijrah adalah istilah yang sudah lama berkembang dalam kepustakaan Islam. Hal ini disebabkan karena sebutan hijrah itu mempunyai makna tersendiri lebih dari sekedar harfiyahnya. Hijrah membawa akibat yang sangat jauh dalam pemantapan ajaran Islam dilihat dari segi sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Demikian jelas Ishom El Saha dalam Sketsa Al-Qur’an. Perpindahan ini bukan sekedar peralihan dari satu daerah ke daerah lainnya tetapi mengambil makna perpindahan dari satu situasi yang tidak baik ke situasi yang lebih baik. Demikian tulisnya lebih lanjut. Dari pengertian hijrah di atas, maka ada dua makna yang dapat diambil, yaitu hijrah makani perpindahan tempat, yakni dalam konteks fisik dan hijrah ma’nawi, yakni pada konteks non fisik. Peristiwa Hijrah Kapankah tepatnya beliau hijrah ke Madinah? Beragam informasi dijumpai pada kitab-kitab tarikh tentang peristiwa itu. Imam at-Thabari dan Ibnu Ishaq menyatakan, “Sebelum sampai di Madinah waktu itu bernama Yatsrib, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam singgah di Quba pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal tahun 13 kenabian atau 24 September 622 M waktu Dhuha sekitar jam atau Di tempat ini, beliau tinggal di keluarga Amr bin Auf selama empat hari hingga hari Kamis 15 Rabi’ul Awwal atau 27 September 622 M dan membangun masjid pertama; Masjid Quba. Pada hari Jumat xvi Rabi’ul Awwal atau 28 September 622 1000, beliau berangkat menuju Madinah. Di tengah perjalanan, ketika beliau berada di Bathni Wadin lembah di sekitar Madinah milik keluarga Banu Salim bin Auf, datang kewajiban Jum’at dengan turunnya ayat ix surat al-Jum’ah. Maka Nabi shalat Jum’at bersama mereka dan khutbah di tempat itu. Inilah shalat Jum’at yang pertama di dalam sejarah Islam. Setelah melaksanakan shalat Jum’at, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam melanjutkan perjalanan menuju Madinah. Keterangan di atas menunjukkan bahwa Nabi tiba di Madinah pada hari Jum’at 16 Rabi’ul Awwal atau 28 September 622 M. Sedangkan ahli tarikh lainnya berpendapat hari Senin 12 Rabi’ul Awwal atau 5 Oktober 621 Grand, namun ada pula yang menyatakan hari Jum’at 12 Rabi’ul Awwal atau 24 Maret 622 M. Terlepas dari perbedaan tanggal dan tahun, baik hijriyah maupun masehi, namun para ahli tarikh semuanya bersepakat bahwa hijrah Nabi terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal, bukan bulan Muharram awal Muharram ketika itu jatuh pada tanggal xv Juli 622 M. Faktor Hijrah Ada tiga peristiwa hijrah yang terjadi pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Hijrah pertama pada bulan Rajab tahun ke lima setelah kenabian, ke Habasyah, dilaksanakan oleh sekelompok sahabat yang terdiri dari dua belas orang laki-laki dan orang wanita, yang dipimpin Ustman bin Affan. Hijrah ini didorong oleh berbagai tekanan yang dilancarkan orang-orang Quraisy sejak pertengahan atau akhir tahun keempat kenabian, terutamu diarahkan kepada orang-orang yang lemah. Hari demi hari dan bulan demi bulan tekanan mereka semakin keras hingga pertengahan tahun kelima, sehingga Makkah terasa sempit bagi orang-orang Muslim yang lemah itu. Mereka mulai berpikir untuk mencari jalan keluar dari siksaan yang pedih ini. Dalam kondisi yang sempit dan terjepit ini, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan beberapa orang Muslim hijrah ke Habasyah, melepaskan diri dari cobaan sambil membawa agamanya. Habasyah atau sekarang Ethiopia suatu daerah di ujung Utara Afrika, merupakan daerah yang dikuasai oleh seorang raja yang adil bernama Ashamah An-Najasyi, tidak akan ada seorang pun teraniaya di sisinya. Peristiwa hijrah kedua pada bulan Syawwal tahun kesepuluh setelah kenabian, ke Tha’if, suatu daerah di sebelah tenggara Makkah, dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sendiri dengan berjalan kaki bersama sahabat Zaid bin Haritsah. Hijrah ini dilaksanakan setelah terjadi dua peristiwa besar yang berpengaruh pada diri Rasullah, khususnya dan orang-orang Muslim pada umumnya, yaitu meninggalnya Abu Thalib, paman beliau. Abu Thalib benar-benar menjadi benteng yang ikut menjaga dakwah Islam dari serangan orang-orang yang sombong dan dungu. Peristiwa meninggalnya Abu Thalib ini terjadi pada bulan Rajab tahun kesepuluh dari kenabian. Kira-kira tiga bulan berselang setelah meninggalnya Abu Thalib, istri Rasulullah, Ummul Mukminin Khadijah Al-Kubra meninggal dunia pula, tepatnya pada bulan Ramadhan pada tahun kesepuluh setelah kenabian. Dua peristiwa ini menorehkan perasaan duka dan lara di hati Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Belum lagi cobaan yang dilancarkan kaumnya, karena dengan kematian keduanya mereka semakin berani menyakiti dan mengganggu beliau. Sehingga beliau hampir putus asa menghadapi mereka. Untuk itu beliau pergi ke Tha’if, dengan setitik harapan mereka, penduduk Tha’if, berkenan menerima dakwah atau minimal mau melindungi dan mengulurkan pertolongan dalam menghadapi kaum beliau. Sebab beliau tidak lagi melihat seseorang yang bisa memberi perlindungan dan pertolongan. Tetapi mereka menyakiti beliau secara kejam, yang justru tidak pernah beliau alami sebelum itu dari kaumnya. Karena penderitaan yang bertumpuk-tumpuk pada tahun itu, maka beliau menyebutnya sebagai Amul-huzni’ Tahun Duka Cita, sehingga julukan ini pun terkenal dalam sejarah. Peritistiwa hijrah ketiga menurut Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri terjadi pada tahun ke-14 setelah kenabian, ke Madinah sebelumnya disebut Yatsrib, yang jaraknya kurang-lebih 400 kilometer dari Makkah, dilakukan secara bergelombang. Diawali oleh Abu Salamah Radhiyallahu Anhu, kemudian diikuti oleh Mush’ab bin Umair Radhiyallahu Anhu, lalu disusul oleh para sahabat lainnya. Sedangkan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sendiri meninggalkan rumah beliau pada malam hari tanggal 27 Shafar menuju rumah sahabat sejatinya, Abu Bakar Radhiyallahu Anhu. Lalu mereka berdua meninggalkan rumah dari pintu belakang untuk keluar dari Makkah secara tergesa-gesa sebelum fajar menyingsing. Di antara hal yang mendorong Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam untuk hijrah ke Madinah adalah ketiadaan bantuan dan perlindungan dari sanak familinya, yaitu setelah wafatnya Abu Thalib dan tampuk kepemimpinan Bani Hasyim beralih ke tangan Abu Lahab yang sama sekali menolak memberi perlindungan kepada beliau. Di samping itu juga, kesediaan penduduk Madinah untuk menerima Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan membantu beliau menyiarkan Islam. Setelah hijrah ke Madinah, posisi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dengan sendirinya mengalami perubahan dan perkembangan. Kalau di Makkah beliau hanya berfungsi sebagai Rasul yang mengajak manusia mengesakan Allah ta’ala, sementara di Madinah beliau berperan tidak hanya sebagai sebagai Rasul tetapi sebagai pemimpin suatu masyarakat. Beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari peristiwa hijrah, antara laini. Hendaknya selalu berusaha mengubah kemunkaran sekuat tenaganya, dan jika tidak mampu maka hendaknya meninggalkan tempat kemunkaran itu dan tidak berdiam di tempat kemunkaran atau kemaksiatan tersebut. Tetapi selama usaha perubahan masih dapat dilakukan walaupun sedikit demi sedikit, maka tidak mengapa berdiam di sana sambil terus mengupayakan perbaikan. 2. Betapa rapinya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dalam merancang dan membuat “program” dakwah. Walaupun dakwah ini pasti akan ditolong oleh Allah Ta’ala dan beliau adalah seorang Rasul yang dijamin tidak akan dicelakai dan tidak akan dapat dikalahkan, tetapi beliau tetap menjalani semua sunnatullah hukum sebab akibat dalam keberhasilan dakwahnya sebagaimana manusia biasa lainnya. 3. Betapa luar biasanya usaha yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang selalu mencoba berbagai inovasi baru dalam dakwahnya. Terobosan-terobosan yang beliau lakukan ini nampak dari pemilihan berbagai tempat beserta alasan-alasan yang relevan yang melatar-belakanginya. 4. Sebagai pemimpin, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sangat memikirkan masyarakatnya. Segala cara beliau usahakan agar para sahabatnya tidak disiksa dan diprovokasi oleh pihak lain. Beliau pula yang paling akhir keluar dari Makkah setelah semua sahabatnya selamat. Dan mestinya masih banyak lagi i’tibar atau pelajaran yang dapat dipetik darinya. Semoga ulasan singkat ini bisa menjadi penggugah untuk memulai langkah awal menuju yang baik dan yang lebih baik. Amin. Sumber
Oleh Ustadz Hanif Hidayatullah SPdMakna Hijrah Hijrah, dalam kamus Al-Munawir Arab Indonesia, berarti pindah ke negeri lain, hijrah dan migrasi. Kata ini berasal dari kata dasar hajara-yahjuru yang berarti memutuskan dan Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam bentuk nominal hijrah diartikan dengan perpindahan Nabi Muhammad SAW bersama sebagian pengikutnya dari Makkah ke Madinah untuk menyelamatkan diri dari tekanan kaum kafir Quraisy, Makkah. Dan dalam bentuk verbal, berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu keselamatan, kebaikan, dan sebagainya. Hijrah adalah istilah yang sudah lama berkembang dalam kepustakaan Islam. Hal ini disebabkan karena sebutan hijrah itu mempunyai makna tersendiri lebih dari sekedar harfiyahnya. Hijrah membawa akibat yang sangat jauh dalam pemantapan ajaran Islam dilihat dari segi sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Demikian jelas Ishom El Saha dalam Sketsa Al-Qur’an. Perpindahan ini bukan sekedar peralihan dari satu daerah ke daerah lainnya tetapi mengambil makna perpindahan dari satu situasi yang tidak baik ke situasi yang lebih baik. Demikian tulisnya lebih pengertian hijrah di atas, maka ada dua makna yang dapat diambil, yaitu hijrah makani perpindahan tempat, yakni dalam konteks fisik dan hijrah ma’nawi, yakni pada konteks non HijrahKapankah tepatnya beliau hijrah ke Madinah? Beragam informasi dijumpai pada kitab-kitab tarikh tentang peristiwa itu. Imam at-Thabari dan Ibnu Ishaq menyatakan, “Sebelum sampai di Madinah waktu itu bernama Yatsrib, Rasulullah SAW singgah di Quba pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal tahun 13 kenabian atau 24 September 622 M waktu Dhuha sekitar jam atau tempat ini, beliau tinggal di keluarga Amr bin Auf selama empat hari hingga hari Kamis 15 Rabi’ul Awwal atau 27 September 622 M dan membangun masjid pertama; Masjid Quba. Pada hari Jumat 16 Rabi’ul Awwal atau 28 September 622 M, beliau berangkat menuju Madinah. Di tengah perjalanan, ketika beliau berada di Bathni Wadin lembah di sekitar Madinah milik keluarga Banu Salim bin Auf, datang kewajiban Jum’at dengan turunnya ayat 9 surat al-Jum’ah. Maka Nabi shalat Jum’at bersama mereka dan khutbah di tempat itu. Inilah shalat Jum’at yang pertama di dalam sejarah Islam. Setelah melaksanakan shalat Jum’at, Nabi SAW melanjutkan perjalanan menuju di atas menunjukkan bahwa Nabi tiba di Madinah pada hari Jum’at 16 Rabi’ul Awwal atau 28 September 622 M. Sedangkan ahli tarikh lainnya berpendapat hari Senin 12 Rabi’ul Awwal atau 5 Oktober 621 M, namun ada pula yang menyatakan hari Jum’at 12 Rabi’ul Awwal atau 24 Maret 622 dari perbedaan tanggal dan tahun, baik hijriyah maupun masehi, namun para ahli tarikh semuanya bersepakat bahwa hijrah Nabi terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal, bukan bulan Muharram awal Muharram ketika itu jatuh pada tanggal 15 Juli 622 M.Faktor HijrahAda tiga peristiwa hijrah yang terjadi pada masa Rasulullah SAW. Hijrah pertama pada bulan Rajab tahun ke lima setelah kenabian, ke Habasyah, dilaksanakan oleh sekelompok sahabat yang terdiri dari dua belas orang laki-laki dan orang wanita, yang dipimpin Ustman bin ini didorong oleh berbagai tekanan yang dilancarkan orang-orang Quraisy sejak pertengahan atau akhir tahun keempat kenabian, terutamu diarahkan kepada orang-orang yang lemah. Hari demi hari dan bulan demi bulan tekanan mereka semakin keras hingga pertengahan tahun kelima, sehingga Makkah terasa sempit bagi orang-orang Muslim yang lemah mulai berpikir untuk mencari jalan keluar dari siksaan yang pedih ini. Dalam kondisi yang sempit dan terjepit ini, Rasulullah SAW memerintahkan beberapa orang Muslim hijrah ke Habasyah, melepaskan diri dari cobaan sambil membawa atau sekarang Ethiopia suatu daerah di ujung Utara Afrika, merupakan daerah yang dikuasai oleh seorang raja yang adil bernama Ashamah An-Najasyi, tidak akan ada seorang pun teraniaya di hijrah kedua pada bulan Syawwal tahun kesepuluh setelah kenabian, ke Tha’if, suatu daerah di sebelah tenggara Makkah, dilakukan oleh Rasulullah SAW sendiri dengan berjalan kaki bersama sahabat Zaid bin ini dilaksanakan setelah terjadi dua peristiwa besar yang berpengaruh pada diri Rasullah, khususnya dan orang-orang Muslim pada umumnya, yaitu meninggalnya Abu Thalib, paman beliau. Abu Thalib benar-benar menjadi benteng yang ikut menjaga dakwah Islam dari serangan orang-orang yang sombong dan dungu. Peristiwa meninggalnya Abu Thalib ini terjadi pada bulan Rajab tahun kesepuluh dari tiga bulan berselang setelah meninggalnya Abu Thalib, istri Rasulullah, Ummul Mukminin Khadijah Al-Kubra meninggal dunia pula, tepatnya pada bulan Ramadhan pada tahun kesepuluh setelah peristiwa ini menorehkan perasaan duka dan lara di hati Rasulullah SAW. Belum lagi cobaan yang dilancarkan kaumnya, karena dengan kematian keduanya mereka semakin berani menyakiti dan mengganggu beliau. Sehingga beliau hampir putus asa menghadapi itu beliau pergi ke Tha’if, dengan setitik harapan mereka, penduduk Tha’if, berkenan menerima dakwah atau minimal mau melindungi dan mengulurkan pertolongan dalam menghadapi kaum beliau. Sebab beliau tidak lagi melihat seseorang yang bisa memberi perlindungan dan pertolongan. Tetapi mereka menyakiti beliau secara kejam, yang justru tidak pernah beliau alami sebelum itu dari penderitaan yang bertumpuk-tumpuk pada tahun itu, maka beliau menyebutnya sebagai 'Amul-huzni' Tahun Duka Cita, sehingga julukan ini pun terkenal dalam hijrah ketiga menurut Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri terjadi pada tahun ke-14 setelah kenabian, ke Madinah sebelumnya disebut Yatsrib, yang jaraknya kurang-lebih 400 kilometer dari Makkah, dilakukan secara bergelombang. Diawali oleh Abu Salamah RA, kemudian diikuti oleh Mush’ab bin Umair RA, lalu disusul oleh para sahabat Rasulullah saw sendiri meninggalkan rumah beliau pada malam hari tanggal 27 Shafar menuju rumah sahabat sejatinya, Abu Bakar RA. Lalu mereka berdua meninggalkan rumah dari pintu belakang untuk keluar dari Makkah secara tergesa-gesa sebelum fajar antara hal yang mendorong Rasulullah SAW untuk hijrah ke Madinah adalah ketiadaan bantuan dan perlindungan dari sanak familinya, yaitu setelah wafatnya Abu Thalib dan tampuk kepemimpinan Bani Hasyim beralih ke tangan Abu Lahab yang sama sekali menolak memberi perlindungan kepada beliau. Di samping itu juga, kesediaan penduduk Madinah untuk menerima Rasulullah SAW dan membantu beliau menyiarkan hijrah ke Madinah, posisi Rasulullah SAW dengan sendirinya mengalami perubahan dan perkembangan. Kalau di Makkah beliau hanya berfungsi sebagai Rasul yang mengajak manusia mengesakan Allah SWT, sementara di Madinah beliau berperan tidak hanya sebagai sebagai Rasul tetapi sebagai pemimpin suatu pelajaran yang dapat dipetik dari peristiwa hijrah, antara lain1. Hendaknya selalu berusaha mengubah kemunkaran sekuat tenaganya, dan jika tidak mampu maka hendaknya meninggalkan tempat kemunkaran itu dan tidak berdiam di tempat kemunkaran atau kemaksiatan tersebut. Tetapi selama usaha perubahan masih dapat dilakukan walaupun sedikit demi sedikit, maka tidak mengapa berdiam di sana sambil terus mengupayakan Betapa rapinya Rasulullah SAW dalam merancang dan membuat “program” dakwah. Walaupun dakwah ini pasti akan ditolong oleh Allah SWT dan beliau adalah seorang Rasul yang dijamin tidak akan dicelakai dan tidak akan dapat dikalahkan, tetapi beliau tetap menjalani semua sunnatullah hukum sebab akibat dalam keberhasilan dakwahnya sebagaimana manusia biasa Betapa luar biasanya usaha yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yang selalu mencoba berbagai inovasi baru dalam dakwahnya. Terobosan-terobosan yang beliau lakukan ini nampak dari pemilihan berbagai tempat beserta alasan-alasan yang relevan yang Sebagai pemimpin, Rasulullah SAW sangat memikirkan masyarakatnya. Segala cara beliau usahakan agar para sahabatnya tidak disiksa dan diprovokasi oleh pihak lain. Beliau pula yang paling akhir keluar dari Makkah setelah semua sahabatnya mestinya masih banyak lagi i’tibar atau pelajaran yang dapat dipetik darinya. Semoga ulasan singkat ini bisa menjadi penggugah untuk memulai langkah awal menuju yang baik dan yang lebih baik. Amin.
berikut hikmah dibalik peristiwa hijrah ke madinah kecuali